HAK DAN KEWAJIBAN
KONSUMEN DAN PELAKU USAHA
1)
SIAPA ITU KONSUMEN?
Konsumen merupakan salah salah
satu pilar utama dalam roda perekonomian. Mengapa? Sebab tanpa adanya konsumen,
tidak adanya roda pada perekonomian karena, tidak terjadinya suatu transaksi.
Namun, walaupun sebagai pilar
utama dalam roda perekonomian, posisi konsumen berada dala, posisi yang lemah.
Mengapa demikian? sebab, masih kurangnya/rendahnya tingkat kesadaran pada
setiap konsumen sehingga menjadi peluang bagi pelaku usaha untuk mendapatkan
keuntungan yang sebesar-besarnya dari konsumen. Lalu apa peran pemerintah
mengenai hal tersebut? Negara sebagai regulator, yang seharusnya menjadi
penyeimbang antara kepentingan konsumen dengan pelaku usaha. Tetapi, negara
justru lebih banyak menjadi instrumen untuk melegitimasi posisi sub-ordinat
(Konsumen) tersebut dan hak-hak
konsumen termarginalisasikan secara signifikan. YLKI mencatat pada 2017
terdapat 23.229 pengaduan konsumen. Angka ini pun menunjukkan Indeks Pengaduan
Konsumen (IPK) Indonesia di level 33.
Maka dari itu, untuk melindungi
konsumen dari hal-hal tersebut Indonesia telang mengeluarkan undang-undang
mengenai perlindungan konsumen. Yang diatur dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun
1999 tentang Perlindungan Konsumen.
2)
SIAPA ITU PELAKU
USAHA?
Menurut
UU No. 8 Tahun 1999, yang disebut sebagai pelaku usaha ialah Setiap orang
perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan
badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah
hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui
perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.
Dalam
hal ini pelaku usaha seperti BUMN, Koperasi, Pedagang, Importer dan lainnya.
3)
DEFINISI KONSUMEN
Secara umum, Konsumen ialah Orang-orang yang
menggunakan atau mengkonsumsi suatu produk. Sedangkan, Menurut UU No.8 Tahun
1999 Konsumen adalah Setiap orang pemakai barang atau jasa yang
tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang
lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.
Lalu,
bagaimana pengertian konsumen menurut para ahli ekonomi? Berikut saya akan
menjabarkannya :
1.
Menurut Philip Kotler
Philip Kotler dalam bukunya yang berjudul “Principles
Of Marketing”, mendefinisikan konsumen
adalah semua individu dan rumah tangga yang membeli atau memperoleh barang atau
jasa untuk dikonsumsi secara pribadi.
2.
Menurut Sri Handayani
Konsumen
secara harfiah adalah seseorang yang membeli atau menggunakan jasa atau
individu atau perusahaan yang membeli barang tertentu atau menggunakan jasa
tertentu.
3.
Menurut
Aziz Nasution
Konsumen
secara umum adalah semua individu dan rumah tangga yang mendapatkan barang atau
jasa untuk digunakan dengan tujuan tertentu.
4)
HAK DAN KEWAJIBAN KONSUMEN
·
HAK KONSUMEN
Berdasarkan
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Bab III, Bagian
Pertama, Pasal 4, Hak Konsumen ialah :
1. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi
barang dan/atau jasa;
2.
Hak untuk memilih barang dan/atau jasa
serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan
kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
3. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi
dan jaminan barang dan/atau jasa;
4. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau
jasa yang digunakan;
5. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya
penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;
6. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
7. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta
tidak diskriminatif;
8. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian,
apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau
tidak sebagaimana mestinya;
9. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan
lainnya
·
KEWAJIBAN KONSUMEN
Berdasarkan Undang-undang Nomor 8
Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, BAB III Bagian
Pertama, Pasal 5, Kewajiban
Konsumen ialah ;
a.
Membaca
atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan
barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;
b.
Beritikad baik dalam melakukan
transaksi pembelian barang dan/atau jasa;
c.
Membayar sesuai dengan nilai tukar yang
disepakati;
d.
Mengikuti upaya penyelesaian hukum
sengketa perlindungan konsumen secara patut
5)
HAK DAN KEWAJIBAN PELAKU USAHA
·
HAK PELAKU USAHA
Berdasarkan
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha, Bab
III, Bagian Kedua, Pasal 6, Hak Pelaku Usaha ialah :
a.
Hak untuk menerima
pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar
barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
b.
Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan
konsumen yang beritikad tidak baik;
c.
Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di
dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen;
d.
Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti
secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau
jasa yang diperdagangkan;
e.
hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan
perundang-undangan lainnya.
·
KEWAJIBAN PELAKU USAHA
Berdasarkan
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha, Bab
III, Bagian Kedua, Pasal 7, Kewajiban Pelaku Usaha ialah :
a.
Beritikad baik dalam melakukan kegiatan
usahanya;
b.
Memberikan informasi yang benar, jelas
dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi
penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;
c.
Memperlakukan atau melayani konsumen
secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
d.
Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang
diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang
dan/atau jasa yang berlaku;
e.
Memberi kesempatan kepada konsumen
untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi
jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan;
f.
Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau
penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang
dan/atau jasa yang diperdagangkan;
g.
Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau
penggantian apabila barang dan/atau jasa yang dterima atau dimanfaatkan tidak
sesuai dengan perjanjian.
6)
PERBUATAN YANG
DILARANG BAGI PELAKU USAHA
Perbuatan yang dilarang bagi pelaku
usaha telah diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 8 Tahun 1999
tentang Perilaku Konsumen Bab IV pasal 8 sampai dengan 17.
·
Larangan
Bagi Pelaku Usaha dalam Hal Produksi
1.
Pelaku
usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang:
a. tidak
memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan
peraturan perundang-undangan
b. tidak
sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto, dan jumlah dalam hitungan
sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut
c. tidak
sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan dan jumlah dalam hitungan menurut
ukuran yang sebenarnya
d. tidak
sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemanjuran sebagaimana
dinyatakan dalam label, etiket atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut
e.
tidak
sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan, gaya, mode, atau
penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam label atau keterangan barang
dan/atau jasa tersebut
f. tidak sesuai dengan janji dinyatakan dalam
label, etiket keterangan, iklan atau promosi penjualan barang dan/atau jasa
tersebut
g. tidak
mencantumkan tanggal kadaluwarsa atau jangka waktu penggunaan/pemanfaatan yang
paling baik atas barang tertentu
h. tidak
mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana pernyataan
"halal" yang dicantumkan dalam label
i. tidak
memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat nama barang, ukuran,
berat/isi bersih atau netto, komposisi, aturan pakai, tanggal pembuatan, akibat
sampingan, nama dan alamat pelaku usaha serta keterangan lain untuk penggunaan
yang menurut ketentuan harus di pasang/dibuat;
j. tidak
mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang dalam bahasa
Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
2. Pelaku usaha dilarang memperdagangkan
barang yang rusak, cacatatau bekas, dan tercemar tanpa memberikan informasi
secara lengkap dan benar atas barang dimaksud.
3. Pelaku usaha dilarang memperdagangkan
sediaan farmasi dan pangan yang rusak, cacat atau bekas dan tercemar, dengan
atau tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar.
4. Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran
pada ayat (1) dan ayat (2) dilarang memperdagangkan barang dan/atau jasa tersebut
serta wajib menariknya dari peredaran.
·
Larangan
Bagi Pelaku Usaha dalam Hal Pemasaran
1. Pelaku usaha dilarang menawarkan,
mempromosikan, mengiklankan
suatu barang dan/atau jasa secara tidak benar, dan/atau seolah-olah:
suatu barang dan/atau jasa secara tidak benar, dan/atau seolah-olah:
a.
barang
tersebut telah memenuhi dan/atau memiliki
potongan
harga,
harga khusus, standar mutu tertentu, gaya atau mode tertentu, karakteristik
tertentu, sejarah atau guna tertentu
b.
barang
tersebut dalam keadaan baik dan/atau baru
c.
barang
dan/atau jasa tersebut telah mendapatkan dan/atau
memiliki
sponsor, persetujuan, perlengkapan tertentu, keuntungan tertentu, ciri-ciri
kerja atau aksesori tertentu
d.
barang
dan/atau jasa tersebut dibuat oleh perusahaan yang
mempunyai
sponsor, persetujuan atau afiliasi
e.
barang
dan/atau jasa tersebut tersedia
f.
barang
tersebut tidak mengandung cacat tersembunyi
g.
barang
tersebut merupakan kelengkapan dari barang tertentu
h.
barang
tersebut berasal dari daerah tertentu
i.
secara
langsung atau tidak langsung merendahkan barang
dan/atau
jasa lain;
j.
menggunakan
kata-kata yang berlebihan, seperti aman, tidak
berbahaya,
tidak mengandung risiko atau efek sampingan
tanpaketerangan
yang lengkap
k.
menawarkan
sesuatu yang mengandung janji yang belum pasti.
2. Barang dan/atau jasa sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilarang
untuk diperdagangkan.
untuk diperdagangkan.
3. Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran
terhadap ayat (1) dilarang
melanjutkan penawaran, promosi, dan pengiklanan barang dan/atau jasa tersebut.
melanjutkan penawaran, promosi, dan pengiklanan barang dan/atau jasa tersebut.
· Larangan
Bagi Pelaku Usaha dalam Hal Penawaran Barang yang Akan Diperdagangkan
Pelaku usaha dalam menawarkan barang
dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang menawarkan,
mempromosikan, mengiklankan atau membuat pernyataan yang tidak benar atau
menyesatkan mengenai:
a.
harga
atau tarif suatu barang dan/atau jasa
b.
kegunaan
suatu barang dan/atau jasa
c.
kondisi,
tanggungan, jaminan, hak atau ganti rugi atas suatu barang dan/atau jasa
d.
tawaran potongan harga atau hadiah menarik
yang ditawarkan
e.
bahaya
penggunaan barang dan/atau jasa
- Larangan Bagi Pelaku Usaha dalam Hal Perdagangan Obral/Lelang
Pelaku usaha dalam hal penjualan yang
dilakukan melalui cara obral atau lelang, dilarang mengelabui/menyesatkan
konsumen dengan:
a.
menyatakan
barang dan/atau jasa tersebut seolah-olah telah memenuhi standar mutu tertentu
b.
menyatakan
barang dan/atau jasa tersebut seolah-olah tidak mengandung cacat tersembunyi;
c.
tidak
berniat untuk menjual barang yang ditawarkan melainkan dengan maksud untuk
menjual barang lain
d.
tidak
menyediakan barang dalam jumlah tertentu dan/atau jumlah yang cukup dengan
maksud menjual barang yang lain
e.
tidak
menyediakan jasa dalam kapasitas tertentu atau dalam jumlah cukup dengan maksud
menjual jasa yang lain
f.
menaikkan
harga atau tarif barang dan/atau jasa sebelum melakukan obral.
- Larangan Bagi Pelaku Usaha dalam Hal Perdagangan dan Pemberian Hadiah dengan Undian
1.
Pelaku
usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, atau mengiklankan suatu barang
dan/atau jasa dengan harga atau tarif khusus dalam waktu dan jumlah tertentu,
jika pelaku usaha tersebut tidak bermaksud untuk melaksanakan sesuai dengan
waktu dan jumlah yang ditawarkan, dipromosikan, atau diiklankan
2.
Pelaku
usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, atau mengiklankan suatu barang
dan/atau jasa dengan cara menjanjikan pemberian hadiah berupa barang dan/atau
jasa lain secara cuma-cuma dengan maksud tidak memberikannya atau memberikan
tidak sebagaimana yang dijanjikannya.
3.
Pelaku
usaha juga dilarang untuk menawarkan, mempromosikan, atau mengiklankan obat,
obat tradisional, suplemen makanan, alat kesehatan, dan jasa pelayanan
kesehatan dengan cara menjanjikan pemberian hadiah berupa barang dan/atau jasa
dengan cara menjanjikan pemberian hadiah berupa barang dan/atau jasa lain.
4.
Pelaku
usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan
dengan memberikan hadiah melalui cara undian, dilarang masuk:
a.
tidak
melakukan penarikan hadiah setelah batas waktu yang dijanjikan
b.
mengumumkan hasilnya tidak melalui media massa
c.
memberikan
hadiah tidak sesuai dengan yang dijanjikan
d.
mengganti
hadiah yang tidak setara dengan nilai hadiah yang dijanjikan.
5.
Pelaku
usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa melalui pesanan dilarang
untuk
a.
tidak
menepati pesanan dan/atau kesepakatan waktu penyelesaian sesuai dengan yang
dijanjikan
b.
tidak
menepati janji atas suatu pelayanan dan/atau prestasi.
- · Larangan Bagi Pelaku Usaha Periklanan
1.
Pelaku
usaha periklanan dilarang memproduksi iklan yang:
a.
mengelabui
konsumen mengenai kualitas, kuantitas, bahan kegunaan dan harga barang dan/atau
tarif jasa serta ketepatan waktu penerimaan barang dan/atau jasa
b.
mengelabui
jaminan/garansi terhadap barang dan/atau jasa
c.
memuat
informasi yang keliru, salah, atau tidak tepat mengenai barang dan/atau jasa;
d.
tidak
memuat informasi mengenai risiko pemakaian barang dan/atau jasa
e.
mengeksploitasi
kejadian dan/atau seseorang tanpa seizin yang berwenang atau persetujuan yang
bersangkutan
f.
melanggar
etika dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai periklanan.
2.
Pelaku
usaha periklanan dilarang melanjutkan peredaran iklan yang telah melanggar
ketentuan pada ayat (1).
7)
KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN
Klausula baku adalah setiap aturan atau
ketentuan dan syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih
dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen dan
/ atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen, klausula Baku
aturan sepihak yang dicantumkan dalam kuitansi, faktur / bon, perjanjian atau
dokumen lainnya dalam transaksi jual beli tidak boleh merugikan konsumen.
Dalam pasal 18 dinyatakan bahwa:
1. Pelaku usaha dalam menawarkan barang
dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang membuat atau
mencantumkan klausula baku pada setiap dokumen dan/atau perjanjian
apabila:
a.
menyatakan
pengalihan tanggung jawab pelaku usaha
b. menyatakan
bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang yang dibeli
konsumen
c. menyatakan
bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali uang yang dibayarkan atas
barang dan/atau jasa yang dibeli oleh konsumen
d. menyatakan
pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik secara langsung maupun
tidak langsung untuk melakukan segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan
barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran
e. mengatur
perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau pemanfaatan jasa yang
dibeli oleh konsumen;
f. memberi
hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau mengurangi harta
kekayaan konsumen yang menjadi obyek jual beli jasa
g. menyatakan
tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan baru, tambahan, lanjutan
dan/atau pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam masa
konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya
h. menyatakan
bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk pembebanan hak
tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan terhadap barang yang dibeli oleh konsumen
secara angsuran.
2. Pelaku usaha dilarang mencantumkan
klausula baku yang letak atau bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca
secara jelas, atau yang pengungkapannya sulit dimengerti.
3. Setiap klausula baku yang telah
ditetapkan oleh pelaku usaha pada dokumen atau perjanjian yang memenuhi
ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dinyatakan batal demi
hukum.
4. Pelaku usaha wajib menyesuaikan
klausula baku yang bertentangan dengan Undang-undang ini.
8)
TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA
Pasal
19 menyatakan bahwa:
1. Pelaku
usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran,
dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang
dihasilkan atau diperdagangkan.
2.
Ganti
rugi sebagaimana dimaksud diatas dapat berupa pengembalian uang atau
penggantian barang dan/atau jasa yangsejenis atau setara nilainya, atau
perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku
3.
Pemberian
ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal
transaksi.
4. Pemberian
ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat poin 1 dan 2 tidak menghapuskan
kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan pembuktian lebih lanjut mengenai
adanya unsur kesalahan.
5. Ketentuan
sebagaimana dimaksud pada poin 1 dan 2 tidak berlaku apabila pelaku usaha dapat
membuktikan bahwa kesalahan tersebut merupakan kesalahan konsumen.
Pasal
20 menyebutkan bahwa pelaku
usaha periklanan bertanggung jawab atas iklan yang diproduksi dan segala akibat
yang ditimbulkan oleh iklan tersebut. Dan di Pasal 21 dinyatakan bahwa:
1. Importir
barang bertanggung jawab sebagai pembuat barang yang diimpor apabila importasi
barang tersebut tidak dilakukan oleh agen atau perwakilan produsen luar negeri.
2.
Importir
jasa bertanggung jawab sebagai penyedia jasa asing apabila penyediaan jasa
asing tersebut tidak dilakukan oleh agen atau perwakilan penyedia jasa
asing.
Pasal
22
Pembuktian
terhadap ada tidaknya unsur kesalahan dalam kasus pidana sebagaimana dimaksud
dalam pasal 19 ayat (4), Pasal 20, dan Pasal 21 merupakan beban dan tanggung
jawab pelaku usaha menutup kemungkinan bagi jaksa untuk melakukan pembuktian.
Pasal
23
Pelaku usaha yang
menolak dan/atau tidak memberi tanggapan dan/atau tidak memenuhi ganti rugi atas
tuntutan konsumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 aya t(1), ayat (2), ayat
(3), dan ayat (4), dapat digugat melalui badan penyelesaian sengketa konsumen
atau mengajukan ke badan peradilan di tempat kedudukan konsumen.
Di
Pasal 24 disebutkan bahwa:
1. Pelaku
usaha yang menjual barang dan/atau jasa kepada pelaku usaha lain bertanggung
jawab atas tuntutan ganti rugi dan/atau gugatan konsumen apabila:
a. pelaku
usaha lain menjual kepada konsumen tanpa melakukan perubahan apapun atas barang
dan/atau jasa tersebut;
b. pelaku
usaha lain, di dalam transaksi jual beli tidak mengetahui adanya perubahan
barang dan/atau jasa yang dilakukan oleh pelaku usaha atau tidak sesuai dengan
contoh, mutu, dan komposisi.
2. Pelaku
usaha sebagaimana dimaksud pada poin 1 dibebaskan dari tanggung jawab atas
tuntutan ganti rugi dan/atau gugatan konsumen apabila pelaku usaha lain yang
membeli barang dan/atau jasa menjual kembali kepada konsumen dengan melakukan
perubahan atas barang dan/atau jasa yang tersebut.
Pasal
25
1. Pelaku
usaha yang memproduksi barang yang pemanfaatannyaberkelanjutan dalam batas
waktu sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun wajib menyediakan suku cadang dan/atau
fasilitas purna jual dan wajib memenuhi jaminan atau garansi sesuai dengan yang
diperjanjikan.
2. Pelaku
usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab atas tuntutan ganti
rugi dan/atau gugatan konsumen apabila pelaku usaha tersebut: a. tidak menyediakan atau lalai menyediakan
suku cadang dan/atau fasilitas perbaikan;
b. tidak memenuhi atau gagal memenuhi jaminan atau garansi yang diperjanjikan.
b. tidak memenuhi atau gagal memenuhi jaminan atau garansi yang diperjanjikan.
Pasal 26 menyatakan bahwa pelaku usaha yang memperdagangkan jasa wajib memenuhi jaminan dan/atau garansi yang disepakati dan/atau yang diperjanjikan.
Pasal 27
Pelaku usaha yang memproduksi barang
dibebaskan dari tanggung jawab atas kerugian yang diderita konsumen, apabila:
a. barang
tersebut terbukti seharusnya tidak diedarkan atau tidak dimaksudkan untuk
diedarkan
b.
cacat
barang timbul pada kemudian hari
c.
cacat
timbul akibat ditaatinya ketentuan mengenai kualifikasi barang
d.
kelalaian
yang diakibatkan oleh konsumen
e. lewatnya
jangka waktu penuntutan 4 (empat) tahun sejak barang dibeli atau lewatnya
jangka waktu yang diperjanjikan.
Pasal 28
Pembuktian terhadap ada tidaknya unsur
kesalahan dalam gugatan ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, Pasal
22, dan Pasal 23 merupakan beban dan tanggung jawab pelaku usaha
9)
SANKSI
Sanksi yang diberikan akan berbeda
sesuai pasal yang dilanggar.
Pasal
60 menyebutkan tentang sanksi-sanksi
administrasi sebagai berikut:
1. Badan
penyelesaian sengketa konsumen berwenang menjatuhkan sanksi administratif
terhadap pelaku usaha yang melanggar Pasal 19 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 20,
Pasal 25, dan Pasal 26.
2. Sanksi
administratif berupa penetapan ganti rugi paling banyak Rp. 200.000.000,00 (dua
ratus juta rupiah). (3) Tata cara penetapan sanksi administratif sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dalam peraturan perundang-undangan.
Pasal 61 dan pasal 62 menjelaskan sanksi-sanksi pidana yang akan ditanggung oleh pelanggar/terdakwa. Penuntutan pidana dapat dilakukan terhadap pelaku usaha dan/atau pengurusnya.
1.
Pelaku
usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 9,
Pasal 10, Pasal 13 ayat (2), Pasal 15, Pasal 17 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf
c, huruf e, ayat (2), dan Pasal 18 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5
(lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp.2.000.000.000,00 (dua miliar
rupiah).
2.
Pelaku
usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, Pasal 12,
Pasal 13 ayat (1), Pasal 14, Pasal 16 dan Pasal 17 ayat (1) huruf d dan huruf f
dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda
paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
3.
Terhadap
pelanggaran yang mengakibatkan luka berat, sakit berat, cacat tetap atau
kematian diberlakukan ketentuan pidana yang berlaku.
Dalam pasal 63 terhadap sanksi pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62, dapat dijadikan hukuman tambahan, berupa:
a.
perampasan
barang tertentu
b.
pengumuman
keputusan hakim
c.
pembayaran
ganti rugi
d.
perintah
penghentian kegiatan tertentu yang menyebabkan timbulnya kerugian konsumen
e.
kewajiban
penarikan barang dari peredaran; atau
f.
pencabutan
izin usaha.
Referensi
:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar