CONTOH KASUS PERDAGANGAN LUAR NEGERI (EKSPOR IMPOR)
Pasca Kasus Beras Vietnam, Impor dan Ekspor Beras Diperketat
Jakarta -
Kementerian Perdagangan (Kemendag) menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan
(Permendag) Nomor 19/M-DAG/PER/3/2014 Tentang Ketentuan Ekspor dan Impor Beras
pada 28 Maret 2014 yang berlaku 3 April 2014. Aturan ini terbit setelah adanya
kasus temuan beras impor ilegal asal Vietnam beberapa waktu lalu.
“Permendag ini diterbitkan mengingat beras merupakan barang kebutuhan pokok bagi masyarakat Indonesia sehingga kegiatan pengadaan dan distribusi beras menjadi sangat penting dalam menciptakan stabilitas ekonomi nasional, menjaga ketahanan pangan, meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani, serta melindungi kepentingan konsumen," kata Dirjen Perdagangan Luar Negeri, Bachrul Chairi dalam keterangan tertulisnya, Selasa (15/04/2014).
Bachrul menjelaskan ada beberapa pokok pengaturan dalam Permendag tersebut yang terkait dengan ekspor beras yaitu ekspor beras hanya dapat dilakukan bila persediaan beras di dalam negeri telah melebihi kebutuhan.
“Permendag ini diterbitkan mengingat beras merupakan barang kebutuhan pokok bagi masyarakat Indonesia sehingga kegiatan pengadaan dan distribusi beras menjadi sangat penting dalam menciptakan stabilitas ekonomi nasional, menjaga ketahanan pangan, meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani, serta melindungi kepentingan konsumen," kata Dirjen Perdagangan Luar Negeri, Bachrul Chairi dalam keterangan tertulisnya, Selasa (15/04/2014).
Bachrul menjelaskan ada beberapa pokok pengaturan dalam Permendag tersebut yang terkait dengan ekspor beras yaitu ekspor beras hanya dapat dilakukan bila persediaan beras di dalam negeri telah melebihi kebutuhan.
Adapun
jenis beras yang dapat diekspor adalah beras yang tidak diproduksi melalui
sistem pertanian organik, beras ketan hitam, dan beras organik dengan tingkat
kepecahan paling tinggi 25%.
Selain itu, ekspor beras hanya dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan ekspor dengan memperhatikan rekomendasi dari Kementerian Pertanian, kecuali untuk ekspor beras yang dilakukan oleh Perum Bulog, persetujuan ekspornya dengan memperhatikan rekomendasi dari Tim Koordinasi.
Impor beras dapat dilakukan untuk keperluan stabilisasi harga, penanggulangan keadaan darurat, masyarakat miskin, dan kerawanan pangan, keperluan tertentu guna memenuhi kebutuhan industri sebagai bahan baku/penolong yang tidak atau belum sepenuhnya dihasilkan di dalam negeri, keperluan tertentu dapat dilakukan dengan ketentuan yang terkait dengan kesehatan/ dietary dan konsumsi khusus/segmen tertentu, serta beras yang bersumber dari hibah.
"Impor beras untuk keperluan kesehatan/ dietary dan konsumsi khusus/segmen tertentu hanya dapat dilakukan oleh perusahaan yang telah mendapatkan penetapan sebagai (Importir Terdaftar) IT-Beras," katanya.
Sedangkan impor beras untuk keperluan tertentu guna memenuhi kebutuhan industri sebagai bahan baku/penolong yang tidak atau belum sepenuhnya dihasilkan di dalam negeri, dapat dilakukan oleh perusahaan yang telah mendapatkan pengakuan sebagai IP-Beras dengan memperhatikan rekomendasi dari Kementerian Perindustrian.
Jenis beras yang dapat diimpor meliputi beras dengan tingkat kepecahan paling tinggi 25%, beras pecah dengan tingkat kepecahan 100%, beras ketan pecah dengan tingkat kepecahan 100%, beras Japonica dengan tingkat kepecahan paling tinggi 5%, beras ketan utuh dan beras Thai Hom Mali dengan tingkat kepecahan paling tinggi 5%, serta beras kukus dan beras Basmati dengan tingkat kepecahan paling tinggi 5%.
Ia menjelaskan persyaratan untuk mendapatkan IT-Beras, antara lain fotokopi Angka Pengenal Importir Umum (API-U) yang mencantumkan bagian/ section II, bukti penguasaan gudang sesuai dengan karakteristik produknya berupa fotokopi Tanda Daftar Gudang (TDG), dan surat pernyataan bermaterai cukup yang menyatakan tidak memiliki afiliasi atau hubungan kepemilikan dengan perusahaan lain yang bergerak di bidang perberasan.
IT-Beras yang akan melakukan impor beras harus mendapatkan persetujuan impor dari Kemendag dengan memperhatikan rekomendasi dari Kementerian Pertanian. Setelah memperoleh persetujuan impor, IT-Beras wajib merealisasikan impor beras paling sedikit 80% dari persetujuan impor.
“Jika kewajiban realisasi impor beras paling sedikit 80% dari persetujuan impor tidak dilaksanakan, maka IT-Beras akan dicabut,” tegas Bachrul.
Pokok-pokok pengaturan lainnya yang disampaikan oleh Bachrul yaitu bahwa pada setiap pelaksanaan ekspor dan impor beras wajib dilakukan verifikasi atau penelusuran teknis di pelabuhan muat untuk ekspor dan di negara asal untuk impor.
Selain itu, beras yang diimpor harus memenuhi persyaratan kemasan dan pada saat memasuki Indonesia wajib berlabel dalam Bahasa Indonesia. Dirjen Bachrul juga menyebutkan adanya penyesuaian Pos Tarif/HS pada Lampiran Permendag dari Buku Tarif Bea Masuk Indonesia (BTBMI) Tahun 2007 ke Buku Tarif Kepabeanan Indonesia (BTKI) Tahun 2012.
Selain itu, ekspor beras hanya dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan ekspor dengan memperhatikan rekomendasi dari Kementerian Pertanian, kecuali untuk ekspor beras yang dilakukan oleh Perum Bulog, persetujuan ekspornya dengan memperhatikan rekomendasi dari Tim Koordinasi.
Impor beras dapat dilakukan untuk keperluan stabilisasi harga, penanggulangan keadaan darurat, masyarakat miskin, dan kerawanan pangan, keperluan tertentu guna memenuhi kebutuhan industri sebagai bahan baku/penolong yang tidak atau belum sepenuhnya dihasilkan di dalam negeri, keperluan tertentu dapat dilakukan dengan ketentuan yang terkait dengan kesehatan/ dietary dan konsumsi khusus/segmen tertentu, serta beras yang bersumber dari hibah.
"Impor beras untuk keperluan kesehatan/ dietary dan konsumsi khusus/segmen tertentu hanya dapat dilakukan oleh perusahaan yang telah mendapatkan penetapan sebagai (Importir Terdaftar) IT-Beras," katanya.
Sedangkan impor beras untuk keperluan tertentu guna memenuhi kebutuhan industri sebagai bahan baku/penolong yang tidak atau belum sepenuhnya dihasilkan di dalam negeri, dapat dilakukan oleh perusahaan yang telah mendapatkan pengakuan sebagai IP-Beras dengan memperhatikan rekomendasi dari Kementerian Perindustrian.
Jenis beras yang dapat diimpor meliputi beras dengan tingkat kepecahan paling tinggi 25%, beras pecah dengan tingkat kepecahan 100%, beras ketan pecah dengan tingkat kepecahan 100%, beras Japonica dengan tingkat kepecahan paling tinggi 5%, beras ketan utuh dan beras Thai Hom Mali dengan tingkat kepecahan paling tinggi 5%, serta beras kukus dan beras Basmati dengan tingkat kepecahan paling tinggi 5%.
Ia menjelaskan persyaratan untuk mendapatkan IT-Beras, antara lain fotokopi Angka Pengenal Importir Umum (API-U) yang mencantumkan bagian/ section II, bukti penguasaan gudang sesuai dengan karakteristik produknya berupa fotokopi Tanda Daftar Gudang (TDG), dan surat pernyataan bermaterai cukup yang menyatakan tidak memiliki afiliasi atau hubungan kepemilikan dengan perusahaan lain yang bergerak di bidang perberasan.
IT-Beras yang akan melakukan impor beras harus mendapatkan persetujuan impor dari Kemendag dengan memperhatikan rekomendasi dari Kementerian Pertanian. Setelah memperoleh persetujuan impor, IT-Beras wajib merealisasikan impor beras paling sedikit 80% dari persetujuan impor.
“Jika kewajiban realisasi impor beras paling sedikit 80% dari persetujuan impor tidak dilaksanakan, maka IT-Beras akan dicabut,” tegas Bachrul.
Pokok-pokok pengaturan lainnya yang disampaikan oleh Bachrul yaitu bahwa pada setiap pelaksanaan ekspor dan impor beras wajib dilakukan verifikasi atau penelusuran teknis di pelabuhan muat untuk ekspor dan di negara asal untuk impor.
Selain itu, beras yang diimpor harus memenuhi persyaratan kemasan dan pada saat memasuki Indonesia wajib berlabel dalam Bahasa Indonesia. Dirjen Bachrul juga menyebutkan adanya penyesuaian Pos Tarif/HS pada Lampiran Permendag dari Buku Tarif Bea Masuk Indonesia (BTBMI) Tahun 2007 ke Buku Tarif Kepabeanan Indonesia (BTKI) Tahun 2012.
Source : https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-2556123/pasca-kasus-beras-vietnam-impor-dan-ekspor-beras-diperketat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar