INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (HUMAN DEVELOPMENT INDEX)
A.
Pengertian
Secara khusus Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
mengukur tingkat pencapaian pembangunan manusia berbasis sejumlah komponen
dasar kualitas hidup. IPM dihitung berdasarkan data yang dapat menggambarkan
keempat komponen yaitu angka harapan hidup yang mewakili bidang kesehatan;
angka melek huruf dan rata- rata lama sekolah mengukur capaian pembangunan di
bidang pendidikan; dan kemampuan daya beli masyarakat terhadap sejumlah
kebutuhan pokok yang dilihat dari rata-rata besarnya pengeluaran per kapita
sebagai pendekatan yang mewakili capaian pembangunan untuk hidup layak.
B.
Variabel
yang Digunakan
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan tanggapan
UNDP terhadap tuntutan perlunya indikator yang mampu menggambarkan sejauh mana
suatu negara (wilayah) telah menggunakan sumber daya penduduknya untuk
meningkatkan mutu kehidupan manusia negara atau wilayah tersebut. Isu yang
kemudian berkembang adalah bahwa keberhasilan meningkatkan prestasi ekonomi
suatu negara atau wilayah ke tingkat yang lebih tinggi tidak selalu diikuti
oleh meningkatnya mutu kehidupan warga masyarakatnya. Dengan alasan itulah
muncul pemikiran bahwa mutu kehidupan individu/perorangan menjadi prasyarat
guna meningkatkan mutu kehidupan bangsanya. Apabila peningkatan mutu kehidupan
setiap bangsa bisa dicapai diharapkan rasa aman dan damai menjadi kenyataan.
Untuk itu setiap pembangunan diarahkan pada peningkatan kesejahteraan
rakyatnya. Berdasarkan dari hal diatas mengenai peran mutu manusia dan
kehidupan masyarakat maka dirasa perlu untuk menetapkan parameternya. Parameter
tersebut diharapkan bisa digunakan sebagai alat (tools) untuk mengukur
mutu pembangunan manusia berikut bagaimana cara mengukurnya.
C.
Formulasi
Umum IPM/ Penyusunan Indeks
Seperti dikemukakan sebelumnya komponen IPM adalah angka harapan hidup (e0), angka melek huruf (Lit), rata-rata lama sekolah (MYS), dan daya beli atau Purchasing Power Parity (PPP). Dipilihnya ke-empat komponen tersebut mengikuti pembakuan komponen yang dilakukan oleh UNDP. Dengan demikan sejauh mungkin hasilnya terbandingkan secara internasional, nasional dan daerah. Rasionalitas pemilihan komponen tersebut dibahas dalam laporan HDR (UNDP) yang dipublikasikan setiap tahun sejak 1990 yang mempertimbangkan antara lain
Seperti dikemukakan sebelumnya komponen IPM adalah angka harapan hidup (e0), angka melek huruf (Lit), rata-rata lama sekolah (MYS), dan daya beli atau Purchasing Power Parity (PPP). Dipilihnya ke-empat komponen tersebut mengikuti pembakuan komponen yang dilakukan oleh UNDP. Dengan demikan sejauh mungkin hasilnya terbandingkan secara internasional, nasional dan daerah. Rasionalitas pemilihan komponen tersebut dibahas dalam laporan HDR (UNDP) yang dipublikasikan setiap tahun sejak 1990 yang mempertimbangkan antara lain
a.
makna dari
masing-masing indikator dalam kaitannya dengan konsep pembangunan manusia versi
UNDP.
b.
Ketersediaan data
secara internasional.
Masing-masing komponen tersebut terlebih dahulu
dihitung indeksnya sehingga bernilai antara 0 (keadaan terburuk) dan 1 (keadaan
terbaik). Lebih lanjut komponen angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah
digabung menjadi satu sebagai indikator pendidikan (pengetahuan) dangan
perbandingan 2 : 1. Dalam penyajiannya indeks tersebut dikalikan 100 untuk
mempermudah penafsiran. Teknik penyusunan indeks tersebut pada dasarnya
mengikuti formulasi sebagai berikut :
X(i,j)
= Nilai komponen IPM ke i
X(i
–min) = Nilai komponen IPM ke i yang terendah
X(
i- max) = Nilai komponen IPM ke I yang tertinggi
Untuk
tujuan penghitungan indeks, dapat ditempuh berbagai cara untuk menetapkan nilai
maksimum dan minimum X(ij). Sebagai ilustrasi, jika tujuannya hanya sekedar
membandingkan kinerja propinsi/ kabupaten/ kota dalam satu tahun tertentu maka
nilai tertinggi dan terendah X(ij) pada tahun tersebut dapat dipilih sebagai
nilai maksimum dan minimum (nilai ekstrim).
A.
Angka
Harapan Hidup (e0)
Angka harapan hidup merupakan indikator penting dalam
mengukur longevity (panjang umur). Panjang umur seseorang tidak hanya
merupakan produk dari upaya yang bersangkutan melainkan juga seberapa jauh
masyarakat atau negara dengan penggunaan sumber daya yang tersedia berusaha
untuk memperpanjang hidup atau umur penduduknya. Secara teori, seseorang dapat
bertahan hidup lebih lama apabila dia sehat dan bilamana menderita sakit dia
harus mengatur untuk membantu mempercepat kesembuhannya sehingga dia dapat
bertahan hidup lebih lama (datang kefasilitas/petugas kesehatan). Oleh karena itu,
pembangunan masyarakat dikatakan belum berhasil apabila pemanfaatan sumber daya
masyarakat tidak diarahkan pada pembinaan kesehatan agar dapat tercegah „warga
meninggal lebih awal dari yang seharusnya‟.
Dengan demikian,
variabel harapan hidup (e0) ini diharapkan mencerminkan “lama hidup” sekaligus
“hidup sehat” suatu masyarakat. Hal ini sebenarya “berlebihan”, mengingat angka
morbiditas (angka kesakitan) akan lebih valid dalam mengukur “hidup sehat”.
Walaupun demikian, karena hanya sedikit negara yang memliliki data morbiditas
yang dapat dipercaya maka variabel tersebut tidak digunakan untuk tujuan
perbandingan. Sebenarnya dalam Susenas (Survei Sosial Ekonomi Nasional), setiap
tahun variabel morbiditas telah dikumpulkan datanya sehingga dapat digunakan untuk
tujuan perbandingan antar propinsi kabupaten/kota, namun sejauh ini belum
diketahui tingkat kecermatannya sehingga belum digunakan dalam publikasi ini.
Estimasi angka e0 yang digunakan dalam publikasi ini diperoleh dari Susenas.
Angka ini diperoleh dengan menggunakan metode tidak langsung dengan menggunakan
2 data dasar yaitu rata–rata anak lahir dan rata -rata anak masih hidup.
Prosedur penghitungan angka harapan hidup sejak lahir (AHH0) dilakukan dengan
menggunakan Sofware Mortpack Life. Setelah mendapatkan angka harapan
hidup sejak lahir selanjutnya dilakukan penghitungan indeks dengan cara
membandingkan angka tersebut terhadap angka yang telah distandarkan (dalam hal
ini UNDP)
Seperti dilihat dalam Tabel 2.1 batas minimum dari angka harapan hidup ini adalah 25 tahun. Sebenarnya di Indonesia tidak ada propinsi termasuk kabupaten/kota yang memiliki angka harapan hidup e0 =25 tahun. Namun demikian, dengan alasan kepentingan komparasi, UNDP menggunakan e0 =25 sebagai nilai minimum dan 85 tahun sebagai nilai maksimum.
E. Melek Huruf (Lit) dan Lama Sekolah (MYS)
Harkat dan martabat manusia akan meningkat apabila yang bersangkutan mempunyai kecerdasan yang memadai. Tingkat kecerdasan (intilligence) seseorang pada titik waktu tertentu merupakan produk gabungan dari keturunan (heredity), pendidikan dan pengalamannya.
Seperti dilihat dalam Tabel 2.1 batas minimum dari angka harapan hidup ini adalah 25 tahun. Sebenarnya di Indonesia tidak ada propinsi termasuk kabupaten/kota yang memiliki angka harapan hidup e0 =25 tahun. Namun demikian, dengan alasan kepentingan komparasi, UNDP menggunakan e0 =25 sebagai nilai minimum dan 85 tahun sebagai nilai maksimum.
E. Melek Huruf (Lit) dan Lama Sekolah (MYS)
Harkat dan martabat manusia akan meningkat apabila yang bersangkutan mempunyai kecerdasan yang memadai. Tingkat kecerdasan (intilligence) seseorang pada titik waktu tertentu merupakan produk gabungan dari keturunan (heredity), pendidikan dan pengalamannya.
Prestasi
pembangunan masyarakat akan diukur dengan melihat seberapa jauh masyarakat di
kawasan tersebut telah memanfaatkan sumber dayanya untuk memberikan fasilitas
kepada warganya agar menjadi lebih cerdas. Hidup sehat dan cerdas diyakini akan
meningkatkan kemampuan produktivitas seseorang, sedang hidup yang panjang dalam
keadaan tetap sehat dan cerdas juga akan memperpanjang masa produktif tersebut
sehingga pada gilirannya akan meningkatkan mutu peran warga tersebut sebagai
pelaku (agent) pembangunan .
Dalam kaitannya dengan IPM ini, tersebut dua jenis indikator pendidkan,
yaitu angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah. Kedua indikator pendidikan
ini diharapkan mencerminkan tingkat pengetahuan dan keterampilan penduduk.
Pentingnya angka melek huruf (Lit) sebagai kompenen IPM tidak banyak
diperdebatkan. Permasalahannya adalah Lit yang digunakan UNDP bervariasi antar
negara dalam hal konsep operasional dan kualitas data. Sebagai ilustrasi,
konsep Lit yang didefinisikan sebagai “mampu membaca dan menulis” diperkirakan
akan menghasilkan angka yang berbeda jika misalnya, didefinisikan sebagai
“mampu membaca pesan tertulis yang sederhana”.
Datanya diperkirakan juga berbeda jika pengumpulannya datanya menggunakan suatu alat peraga. Dalam publikasi ini masalah tersebut dapat dihindari karena konsep “mampu membaca dan menulis“ dan cara menanyakannya (tanpa alat peraga) di Indonesia diberlakukan secara seragam.
Datanya diperkirakan juga berbeda jika pengumpulannya datanya menggunakan suatu alat peraga. Dalam publikasi ini masalah tersebut dapat dihindari karena konsep “mampu membaca dan menulis“ dan cara menanyakannya (tanpa alat peraga) di Indonesia diberlakukan secara seragam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar