PENGELUARAN KONSUMSI MASYARAKAT DAN PENGELUARAN PEMERINTAHAN
Pertumbuhan
ekonomi dan perubahan struktur ekonomi dalam 30 tahun terakhir atau lebih
di Indonesia telah menghasilkan pertumbuhan dan perubahan ring Ekonomi-ekonomi
skala besar urbanisasi. Perubahan urbanisasi skala besar seperti ini tidak
hanya terjadi di Indonesia, hal ini merupakan fenomena global. sebagai
pembangunan ekonomi atau pertumbuhan terus berlanjut, masyarakat di daerah
pedesaan akan terus datang ke daerah-daerah perkotaan atau kota-kota besar.
Dengan adanya pertumbuhan ekonomi tersebut, maka membawa dampak yang baik
terutama dalam hal kemiskinan, masyarakat sebagian besar bersih dari kemiskinan.kota
Metropolitan seperti Jakarta dapat menawarkan iming-iming pekerjaan yang lebih
baik, pendidikan, perawatan kesehatan, dan mereka berkontribusi terhadap
penduduk yang menganggur untuk di sediakan lapangan pekerjaan.
Dari fenomena
diatas dapat di ketahui bahwa tingkat penghasilan masyarakat perkotaan dengan
masyarakat pedesaan sangat jauh berbeda. Dengan demikian dilihat dari
penghasilan per kapita jauh lebih tinggi masyarakat perkotaan di bandingkan
dengan masyarakat pedesaan, maka secara otomatis pengeluaran konsumsi
masyarakat desa dan masyarakat kota juga
akan berbeda. Sedangkan untuk pendapatan daerah antara desa, kabupaten,
profinsi bahkan jenjang yang lebih atas juga mempunyai jumlah nominal
masing-masing pada setiap daerah.
1.1 Pengeluaran Konsumsi Masyarakat
1.1.1 Pengertian Pengeluaran
Konsumsi Masyarakat
Pengeluaran
Konsumsi masyarakat merupakan salah satu variabel makroekonomi dalam identitas
pendapatan nasional. menurut pendekatan pengeluaran, variabel ini lazim
dilambangkan dengan dengan hurup C (Consumption). Pengeluran konsumsi seseorang
adalah bagian dari pendapatannya yang dibelanjakan. Bagian dari pendapatan yang
tidak dibelanjakan disebut tabungan lazim dilambangkan dengan hurup S (Saving).
Apabila pengeluaran-pengeluaran konsumsi semua orang dalam suatu negara
dijumlahkan, maka hasilnya adalah pengeluaran konsumsi masyarakat negara yang
bersangkutan. Dilain pihak jika tabungan semua orang dalam suatu negara
dijumlahkan hasilnya adalah tabungan masyarakat negara tersebut. Selanjutnya,
tabungan masyarakat bersama-sama dengan tabungan pemerintah membentuk tabungan
nasional. Dan tabungan nasional merupakan sumber dana investasi.
Konsumsi
seseorang berbanding lurus dengan pendapatannya. Secara makroagregat
pengeluaran konsumsi masyarakat berbanding lurus dengan pendapatan nasional.
Semakin besar pendapatan, makin besar pula pengeluaran konsumsi. Perilaku
tabungan juga begitu. Jadi bila pendapatan bertambah, baik konsumsi maupun
tabungan akan sama-sama bertambah. Perbandingan besarnya tambahan pengeluaran
konsumsi terhadap tambahan pendapatan disebut kecenderungan untuk mengkonsumsi
(Marginal Propensity to Consume, MPC). Sedangkan besarnya tambahan pengeluaran
konsumsi terhadap tambahan pendapatan disebut kecenderungan untuk menabung
(Marginal Propensity to Save, MPS). Pada masyarakat yang kehidupan ekonominya
relatif belum mapan, biasanya angka MPC mereka relatif besar, sementara angka
MPS mereka relatif kecil. Artinya jika mereka memperoleh tambahan pendapatan
maka sebagian besar tambahan pendapatannya itu akan teralokasikan untuk
konsumsi. Hal sebaliknya berlaku pada masyarakat yang kehidupan ekonominya
sudah relatif lebih mapan.
Perbedaan
antara masyarakat yang sudah mapan dan yang belum mapan antara negara maju dan
negara berkembang bukan hanya terletak dalam atau dicerminkan oleh perbandingan
relatif besar kecilnya MPC dan MPS, akan tetapi juga dalam pola konsumsi itu
sendiri. Pola konsumsi masyarakat yang belum mapan biasanya lebih didominasi
oleh konsumsi kebutuhan-kebutuhan pokok atau primer. Sedangkan pengeluaran
konsumsi masyarakat yang sudah mapan cenderung lebih banyak teralokasikan ke
kebutuhan sekunder atau bahkan tersier.
1.1.2 Perilaku Konsumsi Masyarakat
Beberapa pandangan ahli mengenai
perilaku konsumen antara lain :
·
yang mereka harapkan akan memuaskan kebutuhan mereka (Schiffman dan Kanuk
Istilah perilaku konsumen diartikan sebagai perilaku yang diperlihatkan
konsumen dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi, dan menghabiskan
produk dan jasa 1994)
·
Perilaku konsumen merupakan tindakan yang langsung terlibat dalam
mendapatkan, mengkonsumsi, dam menghabiskan produk dan jasa, termasuk proses
keputusan yang mendahului dan mengikuti tindakan ini. (Engel, Blackweel, dan
Miniard; 1993)
·
Perilaku konsumen merupakan proses pengambilan keputusan dan aktivitas fisik dalam mengevaluasi,
memperoleh, menggunakan dan menghabiskan barang atau jasa. (Loudon dan
Della-Bitta; 1984)
· Perilaku yang ditunjukkan oleh orang-orang dalam merencanakan, membeli, dan
menggunakan barang-barang ekonomi dan jasa, disebut perilaku konsumen.
(Winardi,1991)
· Perilaku yang dikaitkan dengan preferences dan possibilities adalah
perilaku konsumen. (Deaton dan Muellbawer, 1986)
·
Perilaku konsumen merupakan pengkajian dari perilaku manusia sehari-hari
(Mullen dan Johnson, 1990)
Dari beberapa
pandangan di atas dapat ditarik satu kesimpulan yaitu Perilaku Konsumen adalah
semua kegiatan, tindakan, serta proses psikologis yang mendorong tindakan
tersebut pada saat sebelum membeli, ketika membeli, menggunakan, menghabiskan
produk dan jasa setelah melakukan hal-hal di atas atau kegiatan mengevaluasi.
Alokasi PDB
dewasa ini semakin besar tergunakan untuk keperluan pembentukan modal atau
investasi serta ekspor dan impor. Kenyataan ini tentu saja menggembirakan
karena menandakan secara umum pendapatan masyarakat sudah mencukupi kebutuhan
konsumsinya, sehinnga terdapat kelebihan yang bisa ditabung untuk menjadi
sumber dana investasi. Adalah beralasan untuk menyatakan bahwa harapan untuk
menumbuhkan perekonomian cukup prospektif. Persoalannya kemudian ialah seberapa
besar tabungan masyarakat kita telah mencukupi sasaran pertumbuhan perekonomian
yang diinginkan.
Pertumbuhan
pengeluaran konsumsi masyarakat Indonesia rata-rata 6,5 persen per tahun selama
dasawarsa 1970-an. Angka ini satu persen lebih rendah dibandingkan pertumbuhan
rata-rata pengeluaran konsumsi masyarakat Malaysia untuk kurun waktu yang sama.
Akan tetapi, lebih tinggi daripada pertumbuhan rata-rata tahunan pengeluaran
konsumsi masyarakat India dan Republik Rakyat Cina, masing-masing 2,9 dan 4,9
persen; bahkan juga dibandingkan dengan pertumbuhan konsumsi masyarakat Amerika
Serikat (3,1%) dan jepang (4,7%). Dalam periode 1980-1993, pengeluaran konsumsi
masyarakat Indonesia tumbuh setingkat satu ata-rata 4,4 persen per tahun, lebih
rendah daripada india (4,7%) dan cina (7,9%) serta Malaysia (5,5%); namun lebih
tinggi daripada amerika dan jepang. Angka-angka perbandingan ini beralasan
untuk menjelaskan bahwa, sebagai Negara berkembang, Indonesia memiliki bekal
kemandirian yang cukup mantap dalam menumbuhkan perekonomiannya. Hasil-hasil
pembangunannya selama ini teralokasikan ke penggunaan yang produktif.
Kemantapan bekal kemandirian dalam pembangunan tersebut apat dikonfirmasikan melalui tinjauan pengeluaran konsumsi masyarakat berdasarkan proporsinya dalam pembentukan permintaan agregat (aggregate demand).
Kemantapan bekal kemandirian dalam pembangunan tersebut apat dikonfirmasikan melalui tinjauan pengeluaran konsumsi masyarakat berdasarkan proporsinya dalam pembentukan permintaan agregat (aggregate demand).
Proporsi pengeluaran konsumsi masyarakat dalam membentuk permintaan agregat
menyiratkan dua hal. Pertama, peran tabungan masyarakat terahdap pendapatan
nasional semakin besar. Kedua, peran sector-sektor penggunaan lain dalam
membentuk permintaan agregat semakin besar, khususnya sector pembentukan modal
atau investasi dan sector ekspor-impor.
Dalam
perekonomian ada beberapa pendekatan yang mempelajari perilaku konsumen, antara
lain pendekatan tradisional dan pendekatan modern. Penjelasan masingmasing
sebagai berikut :
· Pendekatan Tradisional
Menurut
pendekatan ini, setiap barang mempunyai dayaguna atau utilitas, oleh karena
barang tersebut pasti mempunyai kemampuan untuk memberikan kepuasan kepada
konsumen yang menggunakan barang tersebut. Jadi bila orang meminta suatu jenis
barang, pada dasarnya yang diminta adalah dayaguna barang tersebut.
· Pendekatan Modern
Pendekatan ini
menggunakan analisa regresi yang secara praktis digunakan untuk memperkirakan permintaan
1.1.3 Pola Konsumsi Masyarakat
Tabel : Daftar
Alokasi Pengeluaran Konsumsi Masyarakat Pola konsumsi dapat dikenali
berdasarkan alokasi penggunaannya. Untuk keperluan analisis, secara garis besar
alokasi pengeluaran konsumsi masyarakat digolongkan dalam dua kelompok
penggunaan, yaitu pengeluaran untuk makanan dan pengeluaran untuk non-makanan.
Perbandingan
besar pengeluaran per kapita penduduk perkotaan terhadap penduduk pedesaan
cenderung konstan tahun demi tahun. Pengeluaran rata-rata orang kota selalu dua
kali lipat pengeluaran orang desa. Perbandingan pola pengeluarannya juga
demikian. Alokasi pengeluaran untuk makanan di kalangan orang desa lebih besar
dibandingkan orang kota.
Walaupun
demikian, selama kurun waktu 1984-1993, alokasi pengeluaran untuk makanan di
kedua kelompok penduduk ini sama-sama berkurang. Disamping itu semua, kenaikan
pengeluaran orang kota sedikit lebih cepat / tinggi dibandingkan kenaikan
pengeluaran orang desa. Diukur atas dasar harga yang berlaku atau secara nominal,
sepanjang periode 1984-1993 pengeluaran penduduk perkotaan naik rata-rata
36,63% per tahun. Angka sejenis untuk penduduk perdesaan adalah 35,76%. Apabila
diyakini pendapat umum bahwa tingkat harga di perkotaan biasanya naik lebih
cepat daripada di daerah perdesaan, maka secara riil sesungguhnya kenaikan
pengeluaran orang desa justru lebih tinggi daripada orang kota. lebih tingginya
kenaikan pengeluaran penduduk perdesaan dibandingkan penduduk perkotaan harus
dipahami secara hati-hati. hal ini tidak berarti bahwa dibandingkan orang kota,
orang desa menjadi lebih boros, kian konsumtif, atau semakin makmur.
Mengingat
jumlah pengeluaran yang menjadi basis pehitungan nilainya jauh lebih rendah
untuk penduduk perdesaan, kenaikan pengeluaran yang lebih tinggi itu
sesungguhnya arulah sekedar menggambarkan capaian orang-orang desa dalam upayanya untuk dapat hidup lebih baik.
Capaian itu sendiri belum mampu mensejajarkan dengan posisi kemakmuran orang kota.
Penafsiran
semacam ini masih tergolong sebagai penafsiran yang bernada optimistis.
Kenaikan lebih tinggi pengeluaran penduduk perdesaan tadi dapat pula
ditafsirkan dengan nada pesimistis. Yakni bahwa hal itu disebabkan karena
orang-orang desa harus mengeluarkan lebih besar untuk mempertahankan tingkat
hidup subsistennya, berkenaan dengan suku niaga (terms of trade) yang semakin
buruk yang menimpa produk-produk primer dari desa (hasil bumi) dibandingkan
dengan produk-produk sekunder dari kota (hasil industri).
Di dalam
pengeluaran untuk kelompok non-makanan, bagian terbesar dibelanjakan untuk
keperluan sub kelompok
perumahan dan bahan bakar. Sekitar 44% pengeluaran non-makanan dibelanjakan
untuk keperluan perumahan, itu berarti hampir 17%dari seluruh pengeluaran. Itu berarti pula, tanpa memperhatikan
kelompok, belanja terbesar masyarakat Indonesia adalah untuk keperluan
perumahan dan bahan bakar.
1.1.4 Dimensi Ketimpangan Pengeluaran Konsumsi
perbandingan-perandingan
perilaku dan pola konsumsi masyarakat, telah disingkap adanya kesenjangan
antara masyarakat perdesaan dan masyarakat perkotaan. Pengeluaran konsumsi
masyarakat dapat pula difungsikan untuk mendeteksi ketimpangan kemakmuran antar
lapisan masyarakat, sebab sebagaimana diketahui kesenjangan kemakmuran dapat
diukur baik dengan pendekatan pendapatan maupun pendekatan pengeluaran.
Dengan
mengelompokan distribusi pengeluaran masyarakat ke dalam persepuluhan atau
desil (decile) dapat diketahui ketimpangan pengeluaran penduduk. Selanjutnya,
bisa pula dihitung indeks atau rasio gini masyarakat yang bersangkutan secara
keseluruhan sebagai satu totalitas.
Disamping,
berdimensi spasial atau antar daerah yakni antara daerah perdesaan dan daerah
perkotaan, perbedaan atau ketimpangan pengeluaran konsumsi masyarakat juga
terjadi dalam dimensi antar lapisan pengeluaran itu sendiri. Terdapat pula
diskrepansi pengeluaran konsumsi yang berdimensi regional atau antar wilayah,
yakni antara propinsi yang satu dan propinsi lain di tanah air.
Pola konsumsi
masyarakat berbeda antarlapisan pengeluaran. Terdapat kecenderungan umum bahwa
semakin rendah kelas pengeluaran masyarakat semakin dominan alokasi belanjanya
untuk pangan. Di lain pihak, kian tinggi kelas pengeluarannya kian tinggi besar
pula proporsi belanjanya untuk konsumsi bukan makanan. Jenis makanan yang
dikonsumsi juga berbeda. Semakin rendah kelas pengeluaran, cenderung semakin
dominan jenis padi-padian umbi-umbian yang dikonsumsi.
Dalam kelompok
pengeluaran untuk non-makanan, terjadi gejala sebaliknya. Semakin tinggi
pengeluarannya semakin besar proporsinya secara umum, dan secara spesifik untuk
berbagai Janis pengeluaran non-makanan tertentu.
1.1.5 Tabungan
Masyarakat
Tabungan adalah
bagian dari pendapatan dapat dibelanjakan (disposable income) yang tidak
dikeluarkan untuk konsumsi. Ini merupakan tabungan masyarakat. Tabungan
pemerintah adalah selisih positif antara penerimaan dalam negeri dan
pengeluaran rutin. Kedua macam tabungan ini membentuk tabungan nasional,
merupakan sumber dana investasi.
Kendati pada
dasarnya semua sisa pendapatan yang tidak dikonsumsi adalah tabungan, namun
tidak seluruhnya merupakan tabungan sebagaimana yang dikonsepsikan dalam makro
ekonomi. Hanya bagian yang dititipkan pada lembaga perbankan sajalah yang dapat
dinyatakan sebagai tabungan, karena secara makro dapat disalurkan sebagai dana
investasi. Sisa pendapatan tidak dikonsumsi yang disimpan sendiri (istilah
umumnya celengan) tidak tergolong sebagai tabungan.
Perkiraan
jumlah tabungan masyarakat Indonesia memang tidak ditaksir melalui cara
sebagaimana diusulkan tadi. Biro Pusat Statistik menaksirnya melalui selisih
antara tabungan nasional dan tabungan pemerintah. Yang terakhir ini relative
lebih gampang dihitung mengingat catatan administratifnya cukup tersedia. Angka
tabungan nasional sendiri merupakan hasil penaksiran pula, yaitu PDB dikurangi
Nilai Konsumsi Akhir Sektor Rumah Tangga dan Sektor Pemerintah, ditambah
Pendapatan Netto Faktor Produksi terhadap Luar Negeri. Jadi, karena kesulitan
teknis penafsiran, metodologi perhitungannya dibalik. Bukannya tabungan
masyarakat ditambah tabungan pemerintah menghasilkan tabungan nasional,
melainkan tabungan nasional dikurangi tabungan pemerintah menghasilkan tabungan
masyarakat.
Tabungan
masyarakat bersama-sama tabungan pemerintah dan dana dari luar negeri merupakan
sumber pembiayaan investasi. Dalam rangka menggalakkan peran serta masyarakat
dalam pembangunan, tabungan masyarakat senantiasa diupayakan untuk terus
meningkat.
1.1.6 Fungsi
Konsumsi Dan Fungsi Tabungan
Dalam teori
makro ekonomi dikenal berbagai variasi model fungsi konsumsi. Fungsi konsumsi
yang paling dikenal dan sangat lazim digunakan dalam perhitungan-perhitungan
makro ekonomi, yaitu fungsi konsumsi Keynesian. John Maynard Keynes menyatakan
bahwa pengeluaran konsumsi masyarakat tergantung pada (berbanding lurus dengan)
tingkat pendapatannya. James S. Duesenberry mengusulkan model lain. Berkaitan
dengan hipotesisnya tentang pendapatan relative, ia berpendapat tingkat
pendapatan yang mempengaruhi pengeluaran konsumsi masyarakat bukan tingkat
pendapatan efektif, maksudnya pendapatan rutin yang secara factual diterima,
tapi oleh tingkat pendapatan relative. Milton Friedman mengajukan model
pendapatan yang menentukan besar kecilnya konsumsi adalah tingkat pendapatan
permanen. Tentu saja, selain tingkat pendapatan sebagai variable pengaruh
utama, terdapat kemungkinan beberapa variable lain turut mempengaruhi besar
kecil pengeluaran konsumsi masyarakat.
Dari sudut tinjauan kebaikan suai
(goodness of fit) model ini cukup memadai.
Model ini mengandung korelasi serial (otokorelasi) negative.
Fungsi tabungan dipengaruhi oleh empat factor atau variable. Keempat factor
atau variable tersebut yaitu pendapatan, suku bunga, inflasi, dan penerimaan
ekspor. Model ini tidak otokorelatif.
2.2 Pengeluaran
Pemerintah
2.2.1 Pengertian Pengeluaran Pemerintah
Pengeluaran
pemerintah Indonesia secara garis besar dikelompokkan atas pengeluaran rutin
dan pengeluaran pembangunan. Pengeluaran rutin pada dasarnya berunsurkan
pos-pos pengeluaran lancar dan pos pengeluaran kapital. Sedangkan pengeluaran
pembangunan adalah pengeluaran yang sifatnya menambah modal masyarakat dalam
bentuk prasarana fisik. Berikut ini adalah penjelasannya :
a. Pengeluaran Rutin Pemerintah
Pengeluaran rutin adalah segala
bentuk pengeluaran pemerintah untuk membayar kebutuhan sehari-hari pemerintah.
Pengeluaran rutin dimaksudkan sebagai pengeluaran-pengeluaran pemerintah yang
dialokasikan untuk membiayai kegiatan rutin pemerintahan. Tujuan pengeluaran
rutin agar pemerintah dapat menjalankan misinya dalam rangka menjaga
kelancaran penyelenggaraan pemerintah, kegiatan operasional dan pemeliharaan asset negara, pemenuhan kewajiban pemerintah kepada
pihak ketiga, perlindungan kepada masyarakat miskin dan
kurang mampu, serta menjaga stabilitas
perekonomian.
Besarnya pengeluaran rutin
dipengaruhi oleh berbagai langkah kebijakanyang ditempuh pemerintah dalam
rangka pengelolaan keuangan negara dan stabilitas perekonomian, seperti
perbaikan pendapatan aparatur pemerintah,penghematan pembayaran bunga utang,
dan pengalihan subsidi agar lebih tepat sasaran.
Contoh pengeluaran rutin pemerintah sebagai berikut
:
· Belanja pegawai, termasuk gaji pegawai negri dan TNI
· Belanja barang, seperti perlengkapan dan peralatan kantor
· Cicilan hutang, baik hutang luar dan dalam negri
· Subsidi daerah otonom
· Pengeluaran rutin lainnya adalah subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM)
· Anggaran untuk pendidikan, kesehatan, dan pertahanan keamanan.
b. Pengeluaran Tidak Rutin Pemerintah
Pengeluaran pembangunan (pengeluaran tidak
rutin) yaitu pengeluaran yang bersifat modal masyarakat
dalam bentuk pembangunan fisik dan non fisik. Pos pengeluaran pembangunan
diantaranya untuk bantuan rupiah, seperti sumbangan bagi korban bencana alam
dan bantuan biaya proyek untuk pembangunan sarana fasilitas umum. Besar
kecilnya anggaran pengeluaran atau konsumsi pemerintah akan sangat bergantung
pada sikap dan keputusan-keputusan politik.
2.2.2 Aspek
Positif dan Negatif Perilaku Konsumtif
Pada
hakikatnya, tujuan konsumen melakukan kegiatan konsumsi, yaitu memenuhi segala
kebutuhannya sehingga memperoleh kepuasan maksimal. Namun, untuk mencapai
tujuan tersebut manusia dihadapkan pada keterbatasan tertentu sehinggga
diperlukan tindakan atau perilaku konsumsi yang lebih baik,yaitu dengan
menggunakan tindakan konsumsi yang berprinsip ekonomi.
Kegiatan mengkonsumsi yang berlebihan dapat menimbulkan perilaku konsumtif
masyarakat. Perilaku konsumtif adalah perilaku manusia yang melakukan kegiatan
konsumsi yang berlebihan.
Semua tindakan
konsumsi didasarkan pada prinsip dan tindakan ekonomi. Artinya seorang konsumen
dalam melakukan tindakan konsumsinya harus selalu bertindak rasional dan
ekonomis, selalu membeli atau mengonsumsi barang yang benar-benar di butuhkan,
membeli dan mengonsumsi barang dengan tujuan ideal, serta setiap tindakan
konsumsinya selalu berdasarkan skala prioritas.
Perilaku konsumtif ini bila dilihat dari sisi
positif akan memberikan dampak:
a) Membuka dan menambah lapangan
pekerjaan, karena akan membutuhkan tenaga kerja lebih banyak untuk memproduksi
barang dalam jumlah besar.
b) Meningkatkan motivasi konsumen
untuk menambah jumlah penghasilan, karena konsumen akan berusaha menambah
penghasilan agar bisa membeli barang yang diinginkan dalam jumlah dan jenis
yang beraneka ragam.
c) Menciptakan pasar bagi produsen,
karena bertambahnya jumlah barang yang dikonsumsi masyarakat maka produsen akan
membuka pasar-pasar baru guna mempermudah memberikan pelayanan kepada
masyarakat.
d) Mendorong
produsen untuk memproduksi barang dengan harga dan kualitas yang lebih baik
Bila dilihat dari sisi negatifnya, maka perilaku
konsumtif akan menimbulkan dampak:
a) Pola hidup yang boros dan akan
menimbulkan kecemburuan sosial, karena orang akan membeli semua barang yang
diinginkan tanpa memikirkan harga barang tersebut murah atau mahal, barang
tersebut diperlukan atau tidak, sehingga bagi orang yang tidak mampu mereka
tidak akan sanggup untuk mengikuti pola kehidupan yang seperti itu.
b) Mengurangi kesempatan untuk
menabung, karena orang akan lebih banyak membelanjakan uangnya dibandingkan
menyisihkan untuk ditabung.
c) Cenderung tidak memikirkan
kebutuhan yang akan datang, orang akan mengkonsumsi lebih banyak barang pada
saat sekarang tanpa berpikir kebutuhannya di masa datang.
d) Mendorong
konsumen melakukan pengeluaran di luar batas kemampuannya sehingga akan
melakukan pinjaman yang pada akhirnya akan terjebak hutang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar